WEBSITE RESMI DINAS PEKERJAAN UMUM, PENATAAN RUANG DAN PERTANAHANKABUPATEN PARIGI MOUTONG

Haru di Balik Cerita Samsurizal dalam Penetapan Tombolotutu jadi Pahlawan Nasional

website
Bupati Psrimo Samsurizal Tombolotutu saat memberi sambutan dalam acara syukuran Pahlawan Nasional Tombolotutu, Sabtu 31 Oktober 2021 di rumah Raja Tinombo. FOTO / DISKOMINFO

PUPRP Online – Pengumuman Tombolotutu sebagai pahlawan nasional dari Sulawesi Tengah (Sulteng), sesui Keputusan Presiden nomor 109/TK/2021 oleh Menkopolhukam Prof Dr Mahfudz MD pada 28 Oktober lalu tentu disambut baik oleh masyarakat Sulteng. Tak terkecuali dari keluarga keturunan mendiang Tombolotutu.

Pada Minggu 31 Oktober, keluarga keturunan Tombolotutu menggelar acara syukuran atas penetapan tokoh pejuang asal Sulteng tersebut, di Rumah Raja Kerajaan Moutong, di Desa Tinombo Kecamatan Tinombo.

Handai taulan, kerabat, tetuah adat dan para petinggi Kabupaten Parigi Moutong turut hadir dalam acara tersebut. Pun Dr. Lukman Nadjamuddin, sejarawan Untad sekaligus tim peneliti Tombolotutu.

Pada kesempatan usai tahlilan di siang yang hangat itu, Bupati Parigi Moutong, cicit dari mendiang Tombolotutu berdiri, Mengambil microfon dan mulai berkata. Ia mengucapkan terima kasih atas kehadiran para undangan sebelum mulai bercerita. Khas suara paraunya mengundang haru. Para undangan yang hadir tercuri perhatiannya untuk mendengar. Semua mata tertuju padanya. Di teras rumah raja, Samsurizal berkisah.

“Sedikit saya ceritakan bagaimana saya awalnya menyurat kepada Sekretaris Negara. Sesneg waktu itu pak Sudi Silalahi. Mensesneg menjawab, bukan seperti ini. Buat sebuah buku, adakan seminar dan lain lain” ungkap Samsurizal.

“Saya ditegur sama pak Longki (Bupati Parimo kala itu). Kalau saya ditegur sama dengan mencambuk saya. Dari teguran itu saya jadikan motivasi diri saya agar tidak berheti memperjuangkan Tombolotutu menjadi Pahlawan Nasional.”

Tak lama berselang, beberapa bulan kemudian kata Samsurizal, Dr. Lukman Nadjamudin bersama tim mendatanginya. Tujuannya kala itu untuk izin menulis sejarah tentang Kabupaten Parigi Moutong.

“Saya katakan, baiknya menulis Tombolotutu agar bisa menjadi Pahlawan Nasional. Kalau mau menulis tentang sejarah Parigi Moutong, cocoknya temui atau wawancara para tokoh pejuang pemekaran Parigi Moutong, tambahnya.

Kepada Lukman,
Samsurizal mengatakan tidak punya hak memberikan keterangan walaupun kala itu dirinya sebagai Wakil Bupati (2008-2011). Ia mencoba nemawarkan bagaimana kalau Lukman dan timnya menulis tentang Tombolotutu. Ia meyakinkan bahwa tokoh usulannya itu bisa menjadi pahlawan nasional.

“Akhirnya dengan tidak berat hati pak Lukman sampaikan ke saya, yang penting didukung. Saya bilang insya Allah saya akan dukung. Maka berubahlah, tim menulis dan mengkaji Tombolotutu agar bisa menjadi Pahlawan Nasional. Waktu itu tahun 2008,”jelasnya.

Itulah awal baik bagi Samsurizal dan Lukman membangun komunikasi. Tujuan mereka fokus, Tombolotutu harus diajukan menjadi pahlawan nasional.

“Waktu itu ada 18 nama yang diusulkan, discoring tim dari provinsi. Yang tertinggi scornya adalah Ustad Tua (Idrus bin Salim Al-Jufri). Dan kita berada di urutan ke 18. Ketika ke pusat, yang muncul tingga 3. Karajalembah di lembah Palu, Tombolotutu di Parigi Moutong dan Marundu (raja Mori) di Morowali, dan perkembangan demi perkembangan akhirnya tinggal 2 nama,” ungkap pria kelahiran Tinombo 1958 tersebut.

“Morowali (Marundu) diperkuat oleh bupatinya, wakil bupati dan anggota Forkompinda. Morowali siap untuk menganggarkan perjuangan pahlawan nasional. Saya bergerak sendiri hanya dibantu oleh tim-nya pa Lukman,” ungkap mantan Komandan KODIM 1405 Pare-pare tersebt.

Suaranya terhenti sejenak sebelum melanjutkan cerita. Sang Bupati mengambil jedah. Seperti ada sesuatu yang tertahan dalam kerongkongannya. Hampir saja ia memekik meluapkan emosi haru, tapi tertahan. saya, bersama ratusan hadirin yang duduk bernaung di dua tenda terowongan, seketika terbawa hayalnya dan menemukan kesendirian Samsurizal pada masa itu. Hening dalam teriknya mentari katulistiwa.

Tak sampai semenit berlalu, semangat terbit dari nada suaranya. Samsurizal kembali melanjutkan cerita.

“Dan akhirnya tinggal satu (nama). Empat malam yang lalu saya ditelephone oleh pak Moeldoko, bahwa sudah naik ke Presiden. Dua hari kemudian muncul berita di TV, saya cari informasi terus ke pusat, pak Lukman juga kerja keras siang malam dengan saya. Kontak terus, dan alhamdulillah apa yang kita cita citakan terwujud. Ini adalah pahlawan pertamanya Sulawesi Tengah,” ungapnya, diikuti riuhnya tepuk tangan.

Mungkin kata Samsurizal, karena terkendala kesehatan, bukan beliau yang akan hadir pada penganugerahan di Istana Bogor pada 10 November nanti. Akan ada perwakilan keluarga yang akan disepakati untuk hadir.

Mengakhiri ceritanya, Samsurizal berjanji. Jika kedepan ada lagi tokoh-tokoh yang diusulkan, ia akan mendukung.

“Asal data-datanya lengkap. Karena yang mentukan hanyalah data-data. Walaupun kita bilang bagus, kalau tidak didukung dengan data, tim dari pusat akan gugurkan. Ada beberapa yang kita anggap bagus, dicoret tim dari pusat karena tidak terpenuhi syarat-syarat administrasi.”

Sumber : Diskominfo Parigi Moutong

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Share